Weekend seru bareng adik-adik dari SD cilallang hari ini sungguh berkesan. Kegiatan mingguan ini merupakan program sobat lemina yaitu #MenulisBarengSobatku. Mengajar menulis, menggunakan tanda baca dan menghilangkan okkot. Bukan Cuma mereka yang belajar, kamipun belajar. Belajar bersabar menghadapi mereka dan juga belajar bersyukur.
Lihat saja tulisan salah satu siswa berikut.
“saya suka baju batik dengan celana botol dan tapi woles. Setiap
hari minggu saya berkumpul di posko jam 07.00. saya memakai baju batik dan
celana botol. Saya suka sekali baju batik dan celana botol. Setiap malam saya
begadan. Kalau saya pulang jam 12.00 saya selalu terlambat pulang dan juga
selalu dipukul dan saya selalu bermain basket”
Well, overall saya suka dengan kejujuran anak ini. ah bukankah
masa anak-anak menyenangkan? kau bisa
berkelahi dengan temanmu tapi berbaikan dengannya beberapa menit kemudian. Dewasa,
kita banyak bermain dengan ego, dan sulit sekali berbaikan. Back to the boy I told
you about, dia salah satu siswa aktif dikelas. Rajin sekali berteriak dan
mengacungkan jarinya saat ingin bertanya. Ia juga rajin protes saat tak
diperhatikan dan tak pernah malu saat mendapat giliran maju ke depan kelas.
Tulisannya tak ayal membuatku kepo. Anak SD, pulang jam 12
malam? That’s not normal. Saat ditanya, teman-temannya yang lain berteriak dan
berucap “biasaji itu kak, biasa sampe jam 2 malam lagi”. Awalnya sempat tak
percaya, berpikir kalau mereka hanya membual. Yang paling mengerikan saat salah
satu dari mereka menunjukkan anak panah yang terbuat dari paku, ujungnya pipih
dan bergerigi. Ternyata beberapa dari mereka biasa menghabiskan malam dengan
membuat anak panah. Saat ditanya untuk apa, mereka menjawab dengan polos, “untuk
berperang kak”. Rata-rata mereka memang bertempat tinggal di daerah yang sering
“perang”. Mungkin ini yang membuat mereka merasa harus membekali diri dengan
kemampuan seperti itu. Tapi…. Saya menatap anak panah itu, merinding. Apa harus
seperti ini? mewariskan kekerasan pada anak-anak. Orang dewasa di kota ini gampang
sekali berkelahi dengan alasan siri’. Kalu sudah seperti ini, lantas siapa yang
harus disalahkan?
Semoga saya belajar, bahwa pendidikan karakter pada
anak-anak perlu dibentuk sejak dini. Lingkungan, sekolah dan keluarga harus
bersinergi. Bukannya saling menyalahkan. Lihat saja salah satu kasus kematian
anak SD yang dikeroyok oleh temannya. Saya sampai menangis menonton berita
tersebut. Menatap dari layar tv foto anak laki-laki gendut yang jadi korban.
Semoga saat saya dan
kita semua, jika kelak diamanahkan menjadi orang tua, kita tidak hanya menjadi orang
yang tua.