Sabtu cerah, tanggal 23 januari 2015
Nulis bareng sobat (NBS) minggu ini bertema menulis pantun
dan puisi. Tema yang sebelumnya jadi kesepakatan diantara para relawan yang
akan mengajar. Tapi kemudian kami kewalahan mencari metode pengajaran yang
tepat, mengingat tak ada satupun diantara relawan yang begitu paham dengan
pantun atau pun puisi. Tema yang menurutku menantang. Meskipun demikian, relawan
yang hadir tak berkurang. Ada Fani, Ica, Astrid, Ramadan, Ismud dan saya.
Pada awal pembelajaran, kami memberikan ice breaking.
Meminta mereka untuk bernyanyi sambil mengoper penghapus papan tulis. Anak yang
paling terakhir memegang penghapus, akan diminta untuk membacakan pantun hasil
googling singkat kami. Tak disangka mereka tampak sangat antusias dan berebut membacakan pantun.
Selanjutnya, salah seorang relawan memberikan materi
tentang pantun dan kaedah-kaedah dalam
penulisan pantun. Sedangkan relawan yang lain mengawasi adik-adik, ada juga
yang memeriksa PR tulisan mereka. Saya
yang agak sulit menghapal nama, berdiri di pojok ruangan. Sesekali menegur
anak-anak yang tidak memperhatikan. Saya ingat wajah anak anak yang sangat ‘aktif’ didalam kelas.
Mereka duduk bergeng, sering berteriak-teriak, suka cari perhatian dan
hobi naik diatas meja. Keunikan mereka
sering membuat kami gemas.
Tapi jangan salah, meski terlihat tak bisa fokus,
mereka sangat antusias saat sesi pembagian kelompok dimulai. Kelas dibagi
menjadi tiga kelompok dan dinilai berdasarkan hasil kreasi pantun mereka.
Anak-anak ini ternyata sudah tak asing lagi dengan pantun. Tak
heran kalau beberapa dari mereka begitu lancar mengucapkan pantun yang agak
nyeleneh di sesi pembacaan pantun masing-masing kelompok.
"Kotak-kotak diatas pasir, biar botak banyak yang naksir"
"Ikan hiu makan ubi, I love you bertubi tubi"
Percaya, pantun-pantun itu keluar dari mulut anak SD kelas 4. Saya tersenyum geli sekaligus
sedikit miris. Sudah bisa ditebak, pantun itu terinspirasi dari salah satu acara di stasiun tv swasta yang
tayang setiap sore. Menyajikan guyonan tanpa filter dan ditayangkan secara
live. Mengutuk stasiun TV dan menyalahkan mereka untuk tayangan tak berbobot
tentunya bukan jalan keluar. Bukan jangan-jangan, tapi pastinya kita sudah ikut
andil menyuburkan mereka. Apakah sudah saatnya mematikan TV?
"Bu yusmira manis, bu yusmira cantik, bu yusmira tersenyum ,
kami tertarik"
Memasak ikan didalam peti
Paling enak dicampur terasi
Gayanya aja kayak selebriti
Tapi dompetnya tidak berisi
PS: Tulisan ini saya temukan di draft tulisan tahun lalu. Mau dihapus tapi sayang :)