Rabu, 27 April 2016

Kurir Surat NBS





Langit kota Makassar sedang terisak saat saya melaju di atas aspal menuju salah  satu sekolah NBS. Bulir-bulir airnya jatuh membasahi kota yang beberapa hari ini cuacanya sulit ditebak. Teman saya duduk di boncengan tanpa mengenakan mantel. Laju motor saya percepat, berkejaran dengan hujn yang semakin berkurang.

Belum juga mematikan mesin motor matic yang saya kendarai saat ingin parkir di depan kelas, beberapa anak sudah  berlari-lari kecil menghampiri motor sambil memanggil nama saya dan teman saya. “Kak Ifa! Kak Ica!” sambil menarik tangan kanan kami untuk disalim.

Kamis, 14 April 2016

Legenda Ronggan dan Manggan

Di desa Buttu –Batu, Kecamatan Enrekang, Kabupaten Enrekang provinsi Sulawesi Selatan terdapat sebuah goa yang terletak di gunung Buttu Teang. Gowa tersebut menyimpan kisah kelam percintaan sepasang muda mudi yang bernama Ronggan dan Manggan.

Kisahnya diceritakan turun temurun dari generasi ke generasi. Yang tersisa di goa tersebut hanyalah keranda berisi tulang belulang mayat mereka.Alkisah, ratusan tahun lalu hiduplah seorang gadis cantik bernama Ronggan. Sebagai gadis desa yang ayu dan belum juga menginjak usia baligh, Ronggan tinggal di rumahnya bersama kedua orang tuanya. Ia hanya sesekali keluar rumah jika ada hal penting dan mendesak yang harus ia kerjalan.

Seperti biasa, Ronggan menenun kain diatas rumahnya ketika kayu yang ia gunakan untuk meluruskan benang terjatuh dari rumah panggungnya. Sontak ia turun dari rumah dan mengambil kayu tersebut. Saat itulah Ronggan dilihat oleh pemuda sebelah rumah bernama Manggan yang terpesona oleh kecantikannya.Mengetahui tinggal

Menghargai Waktu, Menghargai Perempuan

“tdk bermaksud menggurui atau memberi saran..sebaiknya kita harus bisa mengatur waktu. Saya saja ibu dengan 3 anak dengan tanpa asisten sangat keteteran mengurus rumah dan kerjaan kantor. Tp demi professionalisme kerja..saya harus bisa mengatur waktu” 
Seorang ibu-ibu salah satu komunitas yang saya geluti tiba-tiba berkomentar di group chat whats app. Saya diam dan merenungi kalimatnya. Kursor hape saya berkedip kedip. Ingin sekali menulis emotikon tersenyum malu-malu dengan keringat di kepala, tetapi urung saya lakukan.

Lain lagi dengan ibu dua anak yang menjadi inisiator komunitas yang saya geluti. Sering kali Ia mengomel saat menghadiri kegiatan berbau komunitas dan kegiatan tersebut tidak terlaksana tepat waktu. “membuang waktu sekali” katanya. Saya yang sedang belajar untuk mengatur waktu lagi-lagi hanya bisa tersenyum malu.

Kejadian seperti itu mungkin kerap dialami mayoritas penggiat komunitas. Datang di rapat yang dijadwalkan pukul 7 malam, tetapi terlaksana

Rabu, 13 April 2016

Ikan Hiu Makan Ubi, I love You Bertubi Tubi

Sabtu cerah, tanggal 23 januari 2015

Nulis bareng sobat (NBS) minggu ini bertema menulis pantun dan puisi. Tema yang sebelumnya jadi kesepakatan diantara para relawan yang akan mengajar. Tapi kemudian kami kewalahan mencari metode pengajaran yang tepat, mengingat tak ada satupun diantara relawan yang begitu paham dengan pantun atau pun puisi. Tema yang menurutku menantang. Meskipun demikian, relawan yang hadir tak berkurang. Ada  Fani, Ica, Astrid, Ramadan, Ismud dan saya.  

Pada awal pembelajaran, kami memberikan ice breaking. Meminta mereka untuk bernyanyi sambil mengoper penghapus papan tulis. Anak yang paling terakhir memegang penghapus, akan diminta untuk membacakan pantun hasil googling singkat kami. Tak disangka mereka tampak sangat antusias dan berebut membacakan pantun.

Selanjutnya, salah seorang relawan memberikan materi tentang  pantun dan kaedah-kaedah dalam penulisan pantun. Sedangkan relawan yang lain mengawasi adik-adik, ada juga yang memeriksa PR tulisan mereka.  Saya yang agak sulit menghapal nama, berdiri di pojok ruangan. Sesekali menegur anak-anak yang tidak memperhatikan. Saya ingat wajah  anak anak yang sangat ‘aktif’ didalam kelas. Mereka duduk bergeng, sering berteriak-teriak, suka cari perhatian dan hobi  naik diatas meja. Keunikan mereka sering membuat kami gemas.

Tapi jangan salah, meski terlihat tak bisa fokus, mereka sangat antusias saat sesi pembagian kelompok dimulai. Kelas dibagi menjadi tiga kelompok dan dinilai berdasarkan hasil kreasi pantun mereka. 

Anak-anak ini ternyata sudah tak asing lagi dengan pantun. Tak heran kalau beberapa dari mereka begitu lancar mengucapkan pantun yang agak nyeleneh di sesi pembacaan pantun masing-masing kelompok.

"Kotak-kotak diatas pasir, biar botak banyak yang naksir"
"Ikan hiu makan ubi, I love you bertubi tubi"

Percaya, pantun-pantun itu keluar dari mulut  anak SD kelas 4. Saya tersenyum geli sekaligus sedikit miris. Sudah bisa ditebak, pantun itu terinspirasi  dari salah satu acara di stasiun tv swasta yang tayang setiap sore. Menyajikan guyonan tanpa filter dan ditayangkan secara live. Mengutuk stasiun TV dan menyalahkan mereka untuk tayangan tak berbobot tentunya bukan jalan keluar. Bukan jangan-jangan, tapi pastinya kita sudah ikut andil menyuburkan mereka. Apakah sudah saatnya mematikan TV?

"Bu yusmira manis, bu yusmira cantik, bu yusmira tersenyum , kami tertarik"

Memasak ikan didalam peti
Paling enak dicampur terasi
Gayanya aja kayak selebriti
Tapi dompetnya tidak berisi

PS: Tulisan ini saya temukan di draft tulisan tahun lalu. Mau dihapus tapi sayang :)