Bisakah
menjelajahi provinsi sulawesi selatan yang luasnya sekitar 45.764,53 km² hanya
dalam satu hari? kenapa tidak? Waktu tersebut relatif, tergantung berapa lama
anda menghabiskan waktu di setiap ‘objek wisata’ dan terpesona dengan budaya
yang ada. Ini sudah termasuk aktifitas foto-foto narsis dan swafoto yang wajib
di-upload di lini massa.
1.Benteng Rotterdam
Ada banyak alasan kenapa menggunjungi benteng
Rotterdam kamu bisa menjelajah Sulawesi Selatan. Bangunannya yang menyimpan
sejarah kerajaan-kerajaan sulawesi selatan serta terbentuknya kota Makassar
menjadi salah satu alasan. Selain itu, di dalam kawasan benteng Rotterdam juga
terdapat museum La Galigo yang akan semakin menambah wawasan tentang sejarah
dan budaya Sulawesi Selatan.
Di dalam museum terdapat banyak informasi mengenai
budaya Sulawesi Selatan bahkan sejak zaman pra-sejarah. Mulai dari cara bercocok
tanam, baju adat, sampai peralatan untuk upacara nikahan adat bugis juga ada.
Jadi jangan baper ya. saya harap
kamu bisa keluar dari museum masih dengan wajah ceria.
Lokasi museum La Galigo berada dahulu bernama Benteng
Ujung Pandang, tetapi berubah nama setelah diduduki oleh Belanda. Cornelis
Speelman, yang saat itu menjabat sebagai pimpinan ekspedisi Makassar mengubah
nama Benteng Ujung Pandang Menjadi Fort Rotterdam, nama kampung halamannya di
Belanda. Mungkin agar bisa tetap merasa ‘Homie’ di tempat yang baru saja Ia
duduki. Tidak heran jika Arsitekturnya juga ‘sangat’ Eropa.
2. Pantai Losari
Setelah menyambangi Benteng Rotterdam, kamu bisa
jalan-jalan ke Pantai Losari. Yang saya maksud jalan-jalan adalah benar
‘jalan-jalan’ dalam arti sebenarnya, tanpa naik kendaraan, karena jaraknya
tidak terlalu jauh dari Benteng Rotterdam. Tapi saya sarankan untuk menggunakan
sepatu atau alas kaki senyaman mungkin.
Dengan berjalan kaki kamu bisa melihat aktivitas
masyarakat dan merasakan langsung interaksi dengan penduduk Makassar yang
menggantungkan kehidupan di sepanjang jalan menuju pantai Losari. Buktikan juga
kalau warga Makassar tidak sekasar yang sering di beritakan media.
Butuh waktu sekitar 15 menit berjalan kaki dari
Benteng Rotterdam menuju Pantai losari. Setelah berada di sana, jangan hanya
berfoto dengan latar 'city of Makassar' ya.
Kamu bisa menjelajahi sulawesi selatan dengan berjalan kaki sepanjang anjungan
pantai Losari. Budaya dan khas provinsi ini bisa dilihat dalam bentuk
patung-patung replika yang berdiri kokoh di sepanjang anjungan.
Pantai
Losari merupakan salah satu icon kota Makassar yang sangat terkenal. Tidak
‘mabrur’ rasanya jika ke Makassar dan tidak mengunjungi tempat ini serta
berfoto dengan latar tulisan Pantai Losari. Akan lebih indah jika mendapati
sunset atau matahari tenggelam sambil menikmati jajanan khas kota Makassar yang
ada di sekitaran pantai Losari.
Selain
sunset dan jajanan khas Makassar, di Pantai Losari juga bisa ditemukan jejeran
patung replika dengan berbagai bentuk. Patung-patung ini tidak hanya menjadi
hiasan tetapi memiliki makna.
1.
Patung Becak adalah salah satu yang bisa kamu temukan di Pantai Losari. Becak adalah
transportasi yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan masih bertahan sampai
sekarang. Meskipun teknologinya sudah berubah dari masa ke masa, sarana
transportasi yang satu ini tetap bertahan dan melegenda. Lalu
mengapa becak identik dengan kota Makassar? Hasil sejarah menunjukkan bahwa
becak pertama kali digunakan di Makassar yang ditemukan oleh orang jepang.
2.
Sulawesi
selatan juga dikenal dengan hasil tenunannya yang khas di beberapa daerah.
Diantaranya Toraja, sengkang, dan Mandar. Beberapa daerah ini
memiliki ciri khas kain tenun yang berbeda. Daerah toraja dengan tenunan
didominasi warna gelap dan dan motif garis. Sedangkan tenunan sengkang dan
Mandar didominasi dengan warna cerah dengan bahan dasar sutra. Mungkin hal
tersebut juga yang menjadi alasan dibuatnya patung perempuan menenun di
anjungan ‘mandar’ pantai Losari. Patung ini memperlihatkan seorang perempuan
dengan penutup kepala sedang duduk menenun.
3.
Tidak jauh dari Patung menenun terdapat patung penari Pa’raga. Tarian
Pa’raga adalah tarian yang menampilkan 3 orang atau lebih laki-laki yang
bermain bola rotan. Mereka membentuk formasi sambil terus menjaga keseimbangan
agar bola tidak jatuh.
Seiring
berkembangnya zaman, Tarian Pa’raga tidak lagi sebatas ritual semata. Tarian
ini dibawakan saat menyambut tamu ataupun kegaitan-kegiatan tertentu sebagai
penghibur.
4.
Patung rumah tongkonan adalah replika yang bisa kamu temukan di Anjungan Toraja. Rumah
tongkonan adalah sebutan untuk rumah adat Toraja. Ciri khasnya yaitu mempunyai
bentuk atap yang melengkung dan terdapat susunan tanduk kerbau di bagian depan
bangunan rumah Tongkonan. Semakin banyak jumlah tanduk kerbau yang terpajang di
bangunan rumah tongkonan, semaking tinggi kasta keluarga yang mendiami rumah tersebut.
5.
Selain Rumah Tongkonan, terdapat juga patung Tedong Bonga di Anjungan Toraja. Dalam bahasa
Bugis atau toraja, Tedong berarti kerbau. Sedangkan Bonga berarti belang.
Beberapa orang menyebut tedong bonga dengan sebutan Kerbau bule karena coraknya
yang tak biasa. Lalu apa yang membuat popularitas kerbau ini begitu spesial dan
mengalahkan hewan-hewan yang lainnya di Toraja ? Ternyata harga tedong bonga mencapai
ratusan juta rupiah per ekornya membuat hewan ini memiliki prestige tersendiri
bagi masyarakat Toraja.
Suku bugis
dikenal sebagai pelaut yang handal dari masa ke masa. Tidak heran jika
kapal-kapal layarnya diabadikan menjadi salah satu ikon kota Makassar. replika,
patung, bahkan gedung dibentuk menyerupai kapal Phinisi.
Tempat ini pengunjung bisa menikmati sunset sekaligus
mempelajari budaya sulawesi selatan melalui patung-patung replika. Jika
mempunyai banyak waktu, tentunya melihat wujud asli dari patung-patung tersebut
lebih di sarankan lagi :D
3. Jalan Somba Opu
Di sepanjang jalan ini merupakan pusat oleh-oleh kota
Makassar. Terdapat banyak hal yang bisa kamu bawa pulang untuk keluarga di
rumah sebagai buah tangan. Mulai dari kain corak Toraja, miniatur kapal
Phinisi, sampai minyak Tawon juga tersedia. Jadi kamu bisa mendapatkan
barang-barang khas Sulawesi Selatan. Sangat menghemat waktu, bukan?
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog "Blog competition travelNBlog 5: Jelajah Sulsel" diselenggarakan oleh @TravelNBlogID