Sabtu, 22 November 2014
Hari ini adalah pertemuan ke-4 Menulis Bareng Sobat (NBS) di SD Paccinang Makassar dengan tema "membaca cerita". Sebagai relawan yang bertugas membawakan materi hari ini, saya sudah mempersiapkan semuanya dengan matang.
Saya mendatangi sekolah dengan penuh semangat. Materi dan
perlengkapan sudah disiapkan. Saya percaya, pertemuan ini akan
berjalan dengan lancar meskipun banyak relawan yang tidak hadir. Dengan kepercayaan
diri yang sangat tinggi itu, saya melangkahkan kaki memasuki kelas.
Awalnya, saya dibantu dua teman relawan lainnya membagi
siswa menjadi beberapa kelompok, kemudian memberikan mereka cerita dongeng yang
berbeda yang nantinya akan mereka bacakan secara berantai di depan kelas. Setiap
kelompok juga memiliki kertas bergambar ‘senyum’ yang akan dijadikan pedoman
penilaian untuk kelompok yang maju ke depan kelas membacakan cerita. Sengaja saya menggunakan
metode ini dengan harapan agar mereka bisa lebih fokus dalam menyimak cerita
yang akan dibacakan temannya nanti.
Pelajaran dimulai dengan tenang, karena Ibu Yusmira, wali
kelas 4 A yang kami ajar masih ada di dalam ruangan. Semuanya berjalan dengan
lancar. Tidak lama kemudian, suasana kelas menjadi gaduh, ada sekelompok anak
laki-laki yang sangat berisik dan duduk di bagian belakang. Bahkan sampai ada
diantara mereka yang naik ke atas meja. Saya sadar, berteriak-teriak menegur
mereka hanya akan menghabiskan suara, saya memberikan opsi pilihan kepada
mereka. Ribut atau ‘senyum’ mereka akan dikurangi. Untuk beberapa menit, kelas
menjadi agak terkontrol. Anak laki-laki yang tadi sangat ribut terlihat mulai
mengurangi volume suara mereka, meski masih berbisik-bisik.
Di akhir pelajaran kami mengumumkan jumlah point ‘senyum’
yang masing-masing kelompok dapatkan. Tiba-tiba saja, dipelopori oleh salah
seorang siswa berteriak ‘tidak adil!”, hampir semua siswa meneriakkan hal
serupa “tidak adil!” “tidak adil”. Saya kebingungan, apanya yang tidak adil ? Ternyata
teriakan mereka merupakan wujud protes terhadap salah satu kelompok yang ‘senyum’nya
dikurangi karena terlalu ribut dan meninggalkan tempat duduk. Ada juga kelompok
yang point ‘senyum’-nya ditambah karena berhasil menjawab pertanyaan dengan
benar, artinya kelompok yang menjawab itu menyimak cerita dengan baik. Meski sudah
memberikan penjelasan kepada mereka, tetap saja, teriakan “tidak adil!” masih
terdengar. Saya meneguk air minum yang sebelumnya saya beli dikantin sekolah,
mengembalikan sisa-sisa suara yang rasanya sudah mau habis.
Banyak catatan penting hari ini. Kami masih perlu
belajar dan melakukan evaluasi mengenai kegiatan NBS yang akan memasuki
pertemuan kelima. Yang pasti, semangat kami semakin membara. Saya sendiri
percaya, kami akan menaklukkan kelas ini, meski dengan ruangan yang sempit dan
jumlah siswa yang hampir mencapai 50 siswa. Sekali
layar terkembang, pantang biduk surut ke pantai!
berfoto sebelum pulang |
Jika ingin menerapkan sebuah aturan main, maka sebaiknya melibatkan anak-anak. Sepakati aturan main di awal, dengan mereka. Jika semua sudah sepakat dgn aturan mainnya, maka Let's play it.
BalasHapusDi awal, terlalu fokus dengan persiapan materi ajar, jadi hal seperti itu luput dari perhatian. Pas,lagi ngajar baru kepikiran =_=
BalasHapus