Semua orang punya luka batin. Tugas kita sebagai pendamping anak adalah mengobati luka batin itu. Bagaimaan dengan luka batin kita sendiri? Ibu Fitria mengajukan beberapa pertanyaan yang sukses membuat saya dan teman-teman menjadi baper.
Ruangan yang kami tempati pun tiba-tiba menjadi begitu emosional. Beberapa teman mengusap mata mereka. Saya sendiri sudah tidak sanggup mengambil gambar lagi dan memilih untuk duduk. Mata saya sudah panas dan sebentar lagi akan tumpah air dari sana. Buru-buru saya mengambil tissue beberapa lembar dari dalam tas dan menawarkan ke teman yang duduk
di sebelahku yang juga terlihat berkaca-kaca.
di sebelahku yang juga terlihat berkaca-kaca.
Selama dua hari ini emosi kami memang sedang di obok-obok dalam kegiatan workshop yang diadakan oleh Yayasan Lembaga Mitra Ibu dan Anak bekerja sama dengan Living Values Education. Peserta workshop adalah relawan anak yang mendampingi kegiatan Sobat LemINA di sekolah dasar.
Pertanyaan baper tadi diajukan beberapa detik setelah kami dipertontonkan video cerita tentang seorang murid yang berhasil di masa depan karena sosok seorang guru. Cerita itu kemudian diminta untuk direfleksikan ke diri kami masing-masing sebagai relawan anak. Sudahkah kami melakukan hal serupa terhadap anak-anak? Memberikan pujian tulus serta penghargaan untuk kerja keras anak-anak yang kami hadapi di ruangan kelas.
Judul workshop yang saya dan teman-teman ikuti adalah ‘Membangun Masyarakat Bernilai’. Judul workshop yang menurut saya ‘berat’. Saat ditanya apa yang kalian harapkan dari pelatihan ini, seorang teman dengan polos menjawab ingin tahu apa makna dari judul itu.
Lalu apa saja yang kami lakukan selama dua hari? Kami diajak mengembara kembali ke masa kecil yang sederhana dan tindakan paling berkesan yang tersimpan di memori. Kami belajar menjadi pendengar aktif. Menerima perasaan orang lain dan merefleksikan perasaan orang lain.
Lalu apa saja yang kami lakukan selama dua hari? Kami diajak mengembara kembali ke masa kecil yang sederhana dan tindakan paling berkesan yang tersimpan di memori. Kami belajar menjadi pendengar aktif. Menerima perasaan orang lain dan merefleksikan perasaan orang lain.
Memberikan dorongan positif. Pada niat memuji orang agar perilaku tersebut berulang. Pujian tersebut harus tulus dan spesifik. Pada sesi terakhir di hari dua kami belajar resolusi konflik. Menyambungkan perasaaan kedua orang yang berkonflik sampai dia memutuskan untuk menyelesakan konflik sendiri. Semua materi tersebut adalah bekal dalam menghadapi anak-anak.
"Untuk mewujudkan masyarakat bernilai, hidupkan dulu diri kita, kemudian refleksikan agar di tangkap oleh orang-orang di sekitar kita" Ibu Fitria |
Pesan Ibu Fitria, pemateri dari Living Values Education berkata “Jangan takut menghadapi reaksi ajaib, karena kita mengubah hal yang tidak biasa menjadi biasa. Kita harus siap dengan masa-masa transisi”.
Tak menemukan salah ketik.
BalasHapusGaya berceritanya variatif dan tak bikin bosan.
Kelihatan bahwa ada kemajuan pesat dalam rekam jejak kepenulisan Ifa. Apalagi didukung dengan jepretan pribadi. Makin kuat kisahnya. Deskripsi berhasil bikin saya seakan-akan berada di lokasi. Goodjob, Ifa.
Nurfaisyah
Terima kasih Ica 😆
Hapus