Jumat, 08 Januari 2016

Percakapan Dengan Tukang Parkir


Malam itu, setelah menghadiri rapat komunitas di salah satu Cafe di Jalan Hertasning, saya bergegas menuju tempat parkir. Dengan senyum mengembang saya mengambil helm yang sepertinya diletakkan dengan sengaja di atas generator cafe, terlindung dari hujan. Tenang saja, itu helm punya saya. Yang membuat saya tersenyum lebar karena tadinya benda tersebut saya sematkan di kaca spion motor dan hujan deras baru saja berlalu beberapa menit sebelumnya.

Seorang laki-laki yang saya perkirakan umurnya baru belasan mendekati motor saya. membantu mengeluarkan motor saya yang terjebak di tengah-tengah motor lain yang berjajar rapi dua saf. Ia memakai rompi berwarna orange. Sembari menggeser motor yang lain, saya mengajaknya berbincang. Memberondongnya dengan berbagai pertanyaan.

Sekolahki, dek?” saya memulai dengan sok ramah. Menebak-nebak kalau anak itu masih sekolah.

Iye’. Masih sekolah. SMK” Sekarang Ia sudah berhasil meloloskan motor saya.

Berapa biasa kita’ setor tiap hari?” Pertanyaan itu terlontar begitu saja. Saya ingat, seorang juru parkir lain pernah memberitahu kalau setiap hari Ia harus menyetor hasil jasa parkirnya sebesar dua puluh ribu rupiah kepada PD parkir. Jadi setiap hari, ada petugas dari PD parkir yang yang akan berkeliling dan mendatangi masing-masing areal parkir untuk meminta setoran.

Dua puluh ribu. Barusan pergi itu petugasnya” anak itu menjawab pertanyaan saya dengan sabar.

Ndak papaji kutanya-tanya toh?” saya sebenarnya sudah naik diatas motor, tetapi belum juga memutar kuncinya. Saya masih ingin mengajukan banyak pertanyaan. Penasaran dengan anak yang satu ini. Ditambah lagi ia mengaku bersekolah dan menjalani profesi sebagai juru parkir setelah pulang dari menuntut ilmu.

Iye, kak. Kugantiji kakak ku, dia yang urus” Ia masih menjawab saat kutanya perihal cara menjadi tukang parkir dan mendapat lisensi sebagai juru parkir. Yang begituan naurus di PD Parkir, Kak, di Jalan Hati Mulya”.
“Tapi disini ndak adaji preman toh? Yang biasa minta setoran selain pemerintah?” saya teringat dengan salah satu tukang parkir bank tidak jauh dari tempat saya bekerja. Saat itu saya penasaran dengan kartu parkir yang ia kalungkan di leher. Katanya itu tanda kalau dia tukang parkir resmi. Tidak sama dengan temannya yang satu, sambil melirik ke salah satu tukang parkir yang sedang merokok tidak jauh dari tempatnya.  Katanya ia adalah preman yang tiba-tiba muncul mengancamnya untuk berbagi lahan parkir. Tidak mau nyawanya melayang, lahan parkirnya ia bagi dengan preman.

Tidak adaji kalau di sini, Kak” anak itu masih setia menjawab pertanyaan saya. sementara itu mesin motor sudah saya nyalakan, dan kewajiban membayar parkir sudah saya jalankan.


Belajar yang rajin ya” saya beralu dengan mentipkan kata-kata mutiara. Sungguh, saya senang sekali malam ini, karena sudah membayar jasa parkir dengan ikhlas dan memeperoleh pelajaran berharga tentang kerja keras. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar